Lingkungan

8 Tahun Memungut Sampah, Misman Nominator Kalpataru 2023

  •   Hendra Saputra
  •   7 Mei 2023
  •   4:20am
  •   Lingkungan
  •   789 kali dilihat

Samarinda - Misman itulah namanya, pria paruh baya usia 64 tahun sudah 8 tahun lamanya memimpin Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM).

Akhirnya berhasil menjadi salah satu nominator Penghargaan Kalpataru 2023.

Misman sendiri masuk sebagai nominator dalam kategori Perintis Lingkungan, dimana tiga kategori lainnya ialah Pengabdi Lingkungan, Penyelamat Lingkungan, dan Pembina Lingkungan.

Kalpataru yang diambil dari bahasa Sansekerta dengan arti Kalpavriksha yang berarti pohon kehidupan, merupakan salah satu bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan oleh pemerintah kepada individu atau kelompok masyarakat yang berjasa dalam melindungi dan menyelamatkan lingkungan hidup.

Misman mendapatkan kunjungan Penyuluh Lingkungan Hidup dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Dirinya yang diajukan sebagai nominator oleh Pemerintah Kota Samarinda melalui DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kota Samarinda.

Saat itu, Misman hanya berpenampilan sederhana seperti biasanya, menggunakan baju kaos polo ditutupi oleh jaket parasut hitam, topi dan juga sebuah tas ransel.

Dengan senyuman dan tetap ceria perwakilan KLHK datang ke Posko Pungut Sampah GMSS-SKM yang berlokasi di Jalan Abdul Muthalib,  baru-baru ini.

Tampak hadir beberapa jajaran Pemerintah Kota Samarinda, DPRD Kota Samarinda dan juga perwakilan mahasiswa pecinta alam.

Kunjungan KLHK kali ini dalam rangka Validasi akhir di Lapangan untuk melengkapi data dan informasi terkait kegiatan dan penajaman analisa jenis kegiatan, lokasi dan dampak kegiatan nominator.

Kegiatan Validasi berlangsung dengan cara menyusuri Sungai Karang Mumus menuju Sekolah Sungai yang ia bangun di Muang Ilir, Lempake, Samarinda Utara.

Susur sungai tersebut menggunakan Speed Boat yang disediakan oleh DLH Samarinda.

Perjalanan berlangsung hingga 1 jam lamanya, saat menyusuri sungai, terlihat dari kapal yang berbeda yang ditumpangi oleh Perwakilan KLHK yakni Emi Mardiati sebagai Verifikator dan juga Penyuluh Lingkungan Hidup dari KLHK dan juga Misman berjalan pelan sembari melihat keseluruhan kondisi Sungai Karang Mumus.

Sesampainya di titik, tampak sejumlah murid siswa SDN 02 Sungai Pinang dan juga pelajar SMPN 10 Samarinda hadir menyambut.

Tidak seperti Sekolah pada umumnya, lebih terlihat seperti gubuk sederhana dihiasi oleh beberapa Banner Edukasi terkait Lingkungan, namun suasanya sangat asri dan para siswa yang hadir sangat antusias berada di sekolah tersebut.

Para pecinta lingkungan dari kumpulan mahasiswa/i turut bergembira sembari memberikan edukasi kepada para siswa/i tersebut. Terlempar beberapa tanya jawab terkait Lingkungan dan juga hal lainnya.

Menurut Emi selaku tim verifikator Perwakilan KLHK hal tersebut sangat luar biasa lantaran ide Sekolah tersebut berasal dari seorang Misman, yang sudah konsisten 8 tahun menggeluti Aktivitis Lingkungan.

"Saya sudah beberapa kali mengunjungi Kota Samarinda dan Balikpapan untuk wilayah Kaltim, sungai di Samarinda ini kan cukup padat ya karena kondisinya memang di kelilingi oleh pemukiman. Beda dengan dahulu, dulu sangat banyak sampah bahkan tidak bisa dilewati, namun saat selesai susur sungai tadi Alhamdulillah, sungai bersih walaupun mungkin masih ada beberapa sedikit sampah yang masih terlihat dan itu idenya tercetus dari Pak Misman," ucapnya.

Ia pun menjelaskan terdapat beberapa indikator yang akan ditentukan oleh para Dewan di Pemerintahan Pusat untuk menentukan pemenang Kalpataru 2023.

"Ada beberapa indikator yang saya ketahui ya, atas apa yang dilakukan oleh Pak Misman ini nantinya akan dicek seperti Dampak Lingkungannya, Ekonominya dan Sosial Budayanya nanti itu dicek keseluruhan oleh para Dewan yang terdiri dari beberapa Profesor dan juga para Ahli Lingkungan," paparnya.

Ditanya hasil Validasi pada hari ini, Emi mengakui apa yang diusulkan oleh Pemkot Samarinda mengusulkan Misman sebagai nominator Kalpataru 2023 sudah sesuai.

"Alhamdulillah, hasil validasinya sudah sesuai dengan yang diusulkan oleh pihak Pemkot, tinggal nanti Dewan yang menentukan hasilnya," jelasnya.

Misman berharap untuk memenangkan penghargaan tersebut, ia hanya fokus bagaimana menjadi sosok aktivis lingkungan yang dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas.

Baginya yang sudah menjalani kegiatan aktivis lingkungan selama 8 tahun, menang atau tidaknya penghargaan tersebut tidak menjadi prioritasnya melainkan ia menjalaninya sebagai bentuk kepeduliannya terhadap SKM.

"Dapat ga dapat penghargaan itu saya gak terlalu mikir. Kenapa saya konsisten membersihkan SKM, karena memang SKM ini kan sumber air masyarakat kita di Samarinda, Selain itu, jika dalam sisi agama, jika Islam meyakini Surga itu mengalir air dibawahnya, Kota Samarinda itu mengalir sungai ditengahnya, itu Surga. Namun masyarakat kita yang tidak bertanggung jawab membuat sungai itu menjadi Neraka. Kenapa? Karena segala macam produk sampah itu ada di Sungai, dan itu posisi di 8 tahun yang silam. Namun sekarang sudah tidak seperti itu lagi," ucap Misman.

Ditanya perihal sekolah sungai yang ia bangun, ia mengakui Sekolah tersebut sebagai sebuah wadah untuk masyarakat yang ingin mengetahui edukasi terkait Lingkungan.

Hingga saat ini sangat jarang ada bantuan dari Pemerintah terkait Sekolah Sungai tersebut secara resmi lantaran prosesnya yang ribet.

"Jika dari Pemerintah secara resmi tidak ada, karena ribet ya harus ada alokasi anggaran, jika tidak ada maka Pemerintah nanti akan menyalahi aturan. Namun dari teman kita beberapa yang sebagai Pejabat Pemerintahan ada. Entah itu buat seng, buat kayu dan lain-lain. Selain itu sumbangan dari Pengusaha dan juga anggota komunitas kita ada juga," ucapnya pria yang sebelumnya berprofesi menggeluti bidang pertelevisian yaitu TVRI sebagai penyusun naskah telenovela di TVRI.

Pria kelahiran 1959 ini berpesan jika membangun alam ini jangan hanya untuk kepentingan manusia, tapi pikirkan juga hidup makluk lainnya yang berhak hidup di dunia ini, jadi kita harus berbagi.

"Jangan mengambil yang bukan seharusnya," tegas pria kelahiran Samarinda.

Pria yang mengakui tidak memiliki gelar Sarjana apapun ini pernah mendirikan sebuah tabloid bernama Warta Harmoni pada tahun 2000. Ia pun memiliki sertifikasi dewan pers sebagai Wartawan Madya pada tahun 2012 dan cukup aktif di organisasi PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Kaltim.

Jalannya sebagai aktivitas SKM juga tidak mulus. Ia mengakui pernah dicemooh oleh masyarakat sebagai orang "tidak waras" lantaran dianggap sering pamer dan cari perhatian dengan melakukan hal tersebut.

Bahkan beberapa penghargaan telah ia raih juga sebelumnya seperti pada tahun 2016 silam, Walikota Samarinda memberikan penghargaan untuk dirinya sebagai penggiat Lingkungan yang Literat.

Kemudian pada tahun 2017, ia bersama GMSS-SKM meraih penghargaan Komunitas Peduli Sungai Kaltim dari gubernur. Ditahun yang sama ia meraih juara III nasional Lomba Komunitas Peduli Sungai Indonesia.

Pada tahun 2018, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan ia penghargaan peringkat ke-2 nasional sebagai Komunitas Peduli Sungai Indonesia.

"Saya hidup untuk mendedikasikan hidup saya untuk menjaga SKM. Tidak perlu hitung-hitungan atau mungkin berharap gaji. Menjaga sungai bisa melibatkan siapa saja dan sangat banyak caranya. Bisa dengan cara menanam pohon ataupun memungut sampah. Kalau SKM rusak, yang rugi seluruh masyarakat di Kota Samarinda," tutupnya. (RYAN/hend/pt)

Sumber; Busam.id