Kesehatan

Tetap Tenang, Belum Ditemukan Kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak di Kaltim

  •   Khajjar Rohmah
  •   21 Oktober 2022
  •   7:31pm
  •   Kesehatan
  •   965 kali dilihat

Samarinda – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), dr. Jaya Mualimin mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang menghadapi maraknya kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.

Ia menegaskan, sampai dengan tanggal 20 Oktober 2022 belum ditemukan kasus gangguan ginjal akut pada anak di Provinsi Kaltim. Sementara ini, kegiatan pemantauan terus dilakukan dengan mekanisme pelaporan online langsung dari Rumah Sakit (RS) kepada pemerintah pusat.

“Dari hasil laporan kami, awalnya memang ada pasien anak di Kaltim ke Surabaya untuk pengobatan terkait masalah ginjal. Tapi setelah didiagnosa, tidak masuk kriteria GGAPA. Karena GGAPA ini penyebabnya misterius. Sementara yang pasien ini, itu penyebabnya karena penyakit,” jelas dr. Jaya saat ditemui Tim Liputan Diskominfo Kaltim dan awak media di ruang kerjanya, Kamis (20/10/2022).



Dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus GGAPA telah terjadi di 14 provinsi di Indonesia. Dengan 5 (lima) Provinsi tertinggi kasus GGAPA, yakni DKI Jakarta, Sumatera Barat, Aceh, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sementara Kaltim, telah di-exclude atau dikeluarkan dari data provinsi dengan temuan kasus GGAPA.

“Rilis Kemenkes per 19 Oktober, Kaltim di-exclude. Mudahan tidak ada kasus GGAPA di sini,” harapnya.

Tercatat ada sebanyak 205 kasus gagal ginjal akut pada anak yang terjadi sejak Januari 2022. Tren kasus GGAPA melonjak tajam pada pertengahan Agustus 2022, dengan kejadian 36 kasus. Kemudian, pada September 2022, kasus GGAPA meningkat lagi hingga 78 kasus dengan angka kematian mencapai 65 persen.



Kasus GGAPA sendiri kini menjadi perhatian nasional dan ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh pemerintah pusat. Pemerintah melalui Kemenkes, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) kini tengah melakukan penyelidikan epidemiologi terkait kasus gangguan ginjal akut pada anak.  

Selama masa penyelidikan ini, Kemenkes menginstruksikan kepada RS dan apotek untuk sementara tidak meresepkan atau menjual obat dalam bentuk sediaan cair dan sirop.

“Ini bentuk kebijakan antisipatif saja, selama masa penyelidikan. Jadi bukan menyetop apalagi melarang,” pungkasnya.

Masyarakat juga diminta waspada dengan gejala gangguan ginjal akut pada anak. Apabila anak mengalami gejala yang mengarah pada gangguan ginjal akut seperti diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk, serta jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali. Segera bawa anak ke fasiltas layanan kesehatan (fasyankes) terdekat. (KRV/pt)