Budaya

Long Ears Through the Lens, Lestarikan Budaya Kuping Panjang Ala Suku Dayak

  •   Khajjar Rohmah
  •   10 Juni 2024
  •   11:25pm
  •   Budaya
  •   2675 kali dilihat

Belanda - Telinga atau Kuping Panjang merupakan tradisi dan praktik leluhur di kalangan masyarakat adat Dayak di Borneo. Dimana masyarakat adat Dayak, umumnya perempuan, memperpanjang daun telinga mereka sebagai tanda kecantikan serta status sosial. Namun, tradisi ini terancam punah dengan semakin sedikitnya generasi muda yang ingin memanjangkan telinga akibat pengaruh modernisasi.

Selain ciri fisik mereka yang khas, perempuan Dayak memiliki peran mendalam dalam komunitas mereka. Mereka tidak hanya berperan sebagai penjaga warisan budaya, tetapi juga pemimpin dan pemandu spiritual. 

Perempuan Dayak sangat penting dalam melestarikan lingkungan dan mengajarkan generasi muda akan pentingnya hidup selaras dengan alam. Pelestarian pengetahuan dan praktik antar-generasi ini menggarisbawahi peran perempuan dalam melindungi budaya mereka dan keanekaragaman hayati di Pulau Borneo.

Long Ears Through the Lens merupakan kegiatan yang digagas untuk mengeksplorasi tradisi Kuping Panjang Dayak Kalimantan melalui Pameran Etno-fotografi karya Ati Bachtiar, Pertunjukan Budaya, Pemutaran film singkat dan Dialog Budaya dan Identitas, yang diselenggarakan di Belanda dari 31 Mei-10 Juni 2024. 

Acara ini dikemas agar masyarakat umum mendapatkan pemahaman mengenai tradisi Kuping Panjang yang saat ini terancam punah dan pentingnya peran generasi muda untuk terlibat dalam upaya pelestarian budaya. 

“Meskipun secara fisik Kuping Panjang akan punah, nampun semangat kearifan lokal adat Dayak yang berkaitan erat dengan menjaga hutan dan alam sangat penting untuk dijaga” ujar Yani Saloh, penggagas dan ketua panitia dari Long Ears Through the Lens Tahun 2024 di Belanda. 

Acara ini menghadirkan pameran foto yang menampilkan karya-karya Ati Bachtiar. Menceritakan perjalanannya menelusuri dan mendokumentasikan Perempuan Bertelinga Panjang selama tujuh tahun di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara ke dalam tiga buku. 

Perjalanan merekam Kuping Panjang dipresentasikan melalui storytelling, dan screening Dokumenter mengedai Hudoq berjudul ‘Hudoq: Descent of the Deities’ yang dibuat oleh Ding Hibau. Acara juga diramaikan dengan diskusi Budaya bertemakan lintas generasi dan pentingnya menumbuhkan identitas adat bagi anak muda.

Kegiatan ini diawali dengan senandung Lemalu, sebuah nyanyian Kidung adat Dayak Bahau oleh Yeq Lawing, salah satu generasi terakhir Kuping Panjang di Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Juga diisi dengan pertunjukan Sape oleh Uyau Moris, tari Enggang oleh Belai Djandam dan Jenna Kairupan, serta Tari Mandau dan tarian Hudoq oleh Ding Hibau. 

Acara ini merupakan kolaborasi antara Indisch Herinneringscentrum yang memiliki kerjasama pameran Ons Land di Museum Sophiahof, dengan KBRI Den Haag, yang didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pertamina Hulu Mahakam, PT ANTAM, dan Canon Data Scrip.

“Saya bangga dengan tim Kuping Panjang yang telah mendukung dan berkontribusi untuk kekayaan budaya Kalimantan Timur. Kuping Panjang tidak saja Budaya tapi juga identitas yang memperkaya keragaman Budaya Indonesia” ujar Dr. Drs. Akmal Malik, Pj Gubernur Kalimantan Timur, melalui pesan video untuk kegiatan ini. (*/KRV/pt)

Sumber: Tim Media Informasi Long Ears Through the Lens