Pembangunan IKN di Kaltim Memerlukan Infrastruktur Sosial
Samarinda – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar Forum Diskusi Daring KKLP Pembinaan Bahasa dan Hukum.
Forum diskusi diikuti kurang lebih 110 peserta, termasuk didalamnya beberapa perwakilan instansi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, tokoh adat Kalimantan Timur, Komisi Yudisial Kalimantan Timur, DPRD Provinsi Kalimantan Timur, dan akademisi Universitas Mulawarman. Diskusi dibuka oleh Abdul Khak selaku Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Rabu (06/07/2022).
Dalam sambutannya Abdul menyoroti tentang kecanggihan teknologi informasi yang membuka kesempatan individu untuk saling berinteraksi di media terutama media sosial (medsos). Tidak perlu saling mengenal, ataupun bertatap muka secara langsung para pengguna media dapat langsung memberikan tanggapan, hingga komentar tentang apa yang mereka lihat dan rasakan disebuah unggahan maupun berita.
“Pada akhirnya media pun menjadi ruang publik bagi banyak pengguna untuk berbagai macam hal termasuk isu-isu terkini, hingga politik juga kebijakan. Berbagai unggahan yang ada pada media memunculkan banyak dampak baik positif dan negatif,“ tuturnya.
Salah satu fenomena yang marak yakni ujaran kebencian. Selaras dengan hal tersebut, forum daring ini pun mengangkat tema yakni Penanganan Alat Bukti Hukum pada Kasus Ujaran Kebencian Berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) yang berfokus pada Andil Linguistik Forensik dalam Persiapan Infrastruktur Sosial Ibu Kota Negara (IKN) yang disampaikan oleh Ali Kusno, selaku Pengkaji Bahasa dan Sastra dari Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur.
“Dalam pembangunan IKN di Kalimantan Timur, pemerintah telah gencar mempercepat infrastruktur fisik. Namun, Kaltim memerlukan lebih dari itu. Selain fisik, Kaltim memerlukan infrastruktur sosial. Hal ini bertujuan untuk mencegah berbagai potensi konflik agar tidak memunculkan akumulasi konflik yang berakibat pada bencana sosial,” paparnya.
Adapun gambaran umum kasus SARA di Kaltim yakni selama 2021-2022 melibatkan antarsuku, antar anggota/ketua ormas, pribadi melebar ke suku/ormas, antarpemuka agama dan pribadi dengan suku. Dalam kurun waktu tertentu ke depannya, kasus antar-etnis ini menjadi jeda sosial dan berpotensi meledak menjadi konflik yang lebih besar lagi, katanya.
Ali pun melanjutkan untuk mengantisipasi munculnya konflik SARA di Kaltim yang diakibatkan oleh terpaan media, perlu adanya keterlibatan ahli bahasa, sosiolog, tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.
“Perlu kesadaran kolektif bila menemukan potensi konflik di masyarakat, agar dapat segera melaporkan ke penegak hukum. Adapun andil linguistik forensik dalam persiapan infrastruktur sosial IKN erat kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam produk serta alat bukti hukum. Utamanya, upaya preventif agar tidak muncul konflik SARA di Kalimantan Timur dan IKN,“ tambahnya.
Di sinilah peran ahli bahasa dengan linguistik forensik berkontribusi nyata membantu mempersiapkan Kaltim sebagai IKN. Harapannya dengan keterlibatan linguistik forensik mampu membantu terciptanya penegakan hukum dan ketertiban sosial.
Ali Kusno menutup paparan dengan harapan agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Badan Otorita IKN dapat menginisiasi forum diskusi lebih lanjut untuk memformulasikan dan merealisasikan berbagai upaya membangun infrastruktur sosial untuk menyukseskan IKN sekaligus mengantisipasi potensi konflik sosial yang dapat terjadi. (sw/pt)