Artikel

Pesona Etnik Dayak Ditampilkan dalam Pagelaran Busana Nasional

  •   Khajjar Rohmah
  •   7 Desember 2022
  •   4:03pm
  •   Artikel
  •   2998 kali dilihat

Jakarta - Industri fesyen tanah air kini semakin berkembang pesat. Corak desain busana pun begitu beragam. Salah satunya, adalah corak dan motif khas daerah yang kini mulai masif ditampilkan dalam karya busana para desainer lokal.  

Inspirasi etnik daerah itu, juga muncul dalam karya terbaru hasil kolaborasi Rose.Ma.Lina x Sofie, yang mengangkat pesona etnik Dayak dari Kalimantan. Karya terbaru mereka yang mengangkat budaya etnik Dayak dalam karya busana, ditampilkan dalam agenda Fashion Show Spotlight Celebrating Diversity garapan Indonesian Fashion Chamber (IFC) pada 4 Desember 2022 lalu, di Great Hall Pos Bloc Jakarta.  

Sofie Design merupakan brand fesyen kenamaan Indonesia milik Hadriani Ahmad Sofiyulloh. Dalam karya terbarunya kali ini, ia berkolaborasi dengan brand fesyen Rose.Ma.Lina milik Vie Silvi.  

Tema yang diangkat dalam karya kolaborasi dua perancang busana berbakat ini, adalah Isen Mulang yang diambil dari bahasa Dayak bermakna “pantang menyerah”.

Hadriani Ahmad Sofiyulloh atau yang lebih akrab disapa Sofie, menjelaskan produk kolaborasinya bersama Rose.Ma.Lina sepenuhnya terinspirasi dari pesona etnik Dayak khas Kalimantan.

Tema Isen Mulang yang ditampilkan dalam karya busananya, menggambarkan anak muda Kalimantan yang pantang menyerah. Bisa menjalani hidup diera globalisasi yang serba modern dan maju. Namun, tak melupakan kearifan lokal.

"Saya menerjemahkan dalam karya ini, bahwa anak muda daerah mampu menerima budaya mana pun dalam arti yang positif. Tidak bertentangan dengan adat istiadat, serta tidak lupa unsur dan karakter budayanya. Intinya seperti itu," terang Sofie menjelaskan karya busana terbarunya, Selasa (6/12/2022).


Sofie mengaku, koleksi terbarunya bersama Vie Silvi mendapat respon positif dari pecinta fesyen tanah air.

Karena terinspirasi dari budaya etnik Dayak, seluruh konsep hingga bahan material produk ini diambil dari Kalimantan. Terutama material kain baik yang berbahan tenun, katun, satin, hingga sutra tafetta.

"Material bahan kain ada tenun khas Kalimantan dengan pewarnaan alam berbulan-bulan. Kebanyakan kalau memakai kain tenun kan sayang kalau dipotong yaa!! Di sini saya buat kain tenun menjadi baju dengan look kekinian. Jadi tetap dipotong tapi dengan garis tegas dan dikombinasikan dengan kain print dayak," terang fashion designer yang mengawali karir dari seorang tukang jahit ini.  

Untuk warna, urainya ia memilih tampilan yang lebih natural dan alami. Seperti warna hitam, cokelat, dan keemasan. Pilihan warna itu kata dia, menampilkan look yang lebih elegan dan berkarakter.

Alumnus sekolah busana Susan Budihardjo ini juga menjelaskan, meski terinspirasi dari etnis lokal, tampilan karya busananya diterjemahkan dalam gaya urban dan modern. Serta dikeluarkan dalam jenis ready to wear yang mudah dipadu padankan.



Karya kolaborasi Rose.Ma.Lina x Sofie meluncurkan 30 look dengan konsep ready to wear. Market segmen untuk koleksi terbaru ini, menyasar usia produktif di atas usia 25 tahun.

Sofie mengaku hanya memproduksi sekitar satu lusin pada setiap motifnya. Dengan kisaran harga Rp 1 juta hingga Rp 3 juta per produk.

Ia yang telah menggeluti dunia fashion design sejak 1990-an ini menyebut, tampilan etnik dan budaya daerah dalam karya busana dapat memperkaya ragam mode dalam industri fesyen nasional. Sekaligus memperkenalkan orisinalitas fesyen lokal ke pasar internasional. Dari segi ekonomi, juga menguntungkan. Karena mampu menghidupkan ekonomi daerah.

"Indonesia dengan kekayaan budayanya, memiliki wastra kain dari Sabang sampai Merauke. Ketika unsur daerah diangkat, maka ekonomi lokal juga pasti akan hidup," tutupnya. (KRV/pt)