Saring Dulu Baru Posting
SAMARINDA – Tingginya potensi radikalisme belakangan ini dilandasi oleh kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan literasi dari masyarakat. Disrupsi informasi menjadikan masyarakat yang tidak siap menjadi gagap dan kesulitan membedakan informasi yang benar dan salah. Situasi ini menjadi semakin parah karena budaya latah, masyarakat dengan mudah membagikan informasi yang didapatnya tanpa melakukan penyaringan dan telaah.
Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara tingginya intensitas bermedia dengan angka potensi radikalisme. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat mutakhir ini di beberapa aspek kehidupan sosial kenyataannya menimbulkan tantangan serius terhadap berbagai prinsip dan tatanan masyarakat tradisional yang selama ini menjadi tata nilai yang dijadikan pedoman kehidupan.
“Tidak dapat dipungkiri perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa pengaruh besar terhadap gerak peradaban saat ini. Artinya interaksi sosial mulai memudar dan digantikan dengan interaksi virtual,” ungkap Moch Chairil Anwar selaku Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada kesempatannya sebagai narasumber dalam acara Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (NGOPI COI ) dengan tema “Saring Dulu Baru Posting”, Kamis (08/04/2021).
Dipandu oleh Willy Pramudya selaku Praktisi Media, perbincangan NGOPI COI persembahan BNPT RI hasil kerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di seluruh Indonesia dalam hal ini FKPT Prov Kaltim diselenggarakan melalui kanal Zoom Meeting.
Narasumber, Endro S Effendi selaku Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Prov Kaltim turut memberikan pandangannya perihal dinamika peran media sebagai arus utama pemberitaan di Indonesia.
“Yang perlu dilakukan adalah penetrasi tidak hanya di media utama. Saat ini masyarakat sudah bergeser dari dominasi arus media utama ke media sosial, sayangnya proses diseminasi informasi ke media sosial ini masih kurang dibandingkan dengan narasi-narasi yang justru mengarah ke radikalisme dan penentangan terhadap Pemerintah,” ucap Endro.
Berdasarkan kondisi saat ini, disampaikan Endro bahwasannya banyak masyarakat yang sudah antipati terhadap Pemerintah. Menurutnya hal ini harus dilawan dengan narasi-narasi yang tepat tidak hanya melalui media arus utama, tetapi melalui media sosial. Selain itu, banyak pula narasi yang harus dikontrol dari pemberitaan yang menjurus kepada informasi hoaks dengan penjelasan yang lugas sehingga masyarakat benar-benar percaya dengan peristiwa yang sesungguhnya terjadi.
“Hoaks yang kurang positif itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan narasi-narasi yang sebetulnya baik dan persoalannya ketika orang sudah benci dikasih data satu kontainer pun tidak akan terima karena baginya sudah mendarah daging. Tapi bukan berarti tidak bisa, tetap menurut saya Dewan Pers dan juga BNPT harus melakukan kerja sama yang baik dan itu harus disampaikan ke tingkat bawah,” tegas Endro.
Endro pun menambahkan bahwa sudah saatnya Pemerintah Pusat mendorong BNPT ditingkat daerah, sehingga kerja atau koordinasi dalam penanganan pertumbuhan terorisme itu jauh lebih mudah dan efektif. (resa/pt)