Rapat Dengar Pendapat, Perkuat Materi Raperda Bahasa dan Sastra Daerah
Samarinda - DPRD Prov. Kaltim melalui Pansus pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia serta Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka bertukar pikiran, memberikan masukan saran dan materi.
Agenda tersebut Menindaklanjuti Surat Ketua Panitia Khusus Pembahas Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah Nomor: 10/Pansus- BIBSD/IV/2023 tanggal 3 April 2023 dan Surat terdahulu dengan Nomor: 160/II-544/Set.DPRD tanggal 3 April 2023.
Hadir sejumlah Perangkat Daerah (PD) diantaranya Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kaltim, Dinas Perhubungan Kaltim, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim dan juga Kantor Bahasa Provinsi Kaltim.
Ketua Komisi III DPRD Kaltim yang juga Ketua Pansus, Veridiana Huraq Wang mengatakan, rapat tersebut juga dalam rangka penguatan dan pengayaan materi Rancangan Peraturan Daerah tersebut.
Ia menyampaikan ada beberapa hal yang menjadi poin pada rapat, yang pertama perbaikan redaksional. Pihaknya sangat senang karena terbantu oleh peneliti Sastra dari Universitas Mulawarman DR. G. Simon Devung dalam kerangka sarana perbaikan redaksional.
"Jadi di Perda itukan tidak ada kata menyebutkan revitalisasi. Nah tiba-tiba dalam satu pasal yang disebutkan tadi ada kata revitalisasi untuk bahasa daerah. Sehingga, tadi kita sinkronisasikan supaya ada konsistensi istilah kita tidak menggunakan kata revitalisasi untuk bahasa daerah,"ujar Politisi Fraksi PDIP DPRD Kaltim di Gedung E DPRD Kaltim Lantai 1, Senin (17/4/2023).
Dilanjutkan lagi yang disampaikan oleh dari sejarahwan terkait pemilihan bahasa daerah yakni bahasa Banjar, pihaknya memang tidak memasukkannya karena bahasa tersebut ada wilayahnya tersendiri.
"Sebagaimana diketahui bahwa, di Kalimantan ini ada satu pulau yang memang bahasa Banjar. Jadi supaya tidak tumpang tindih,"ucapnya.
Adapun golongan peta bahasanya, sambungnya masuk dalam peta bahasa Melayu, tetapi karena pertemuan yang dulu dengan beberapa para dosen ahli menyatakan bahwa penyebutan bahasa daerah itu disesuaikan dengan penyebutan sukunya.
"Sehingga Kutai kita tidak masukkan dalam bahasa Melayu, tapi kita sebutkan bahwa bahasa Kutai,"jelasnya lagi.
Kemudian, yang berikutnya adalah penguatan untuk sertifikasi tenaga pengajar atau seorang penutur. Dikatakannya diperlukannya seorang pengajar memiliki legalitas dan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Balai Bahasa maupun Perguruan Tinggi.
"Karena bagaimanapun legalitas dari seorang pengajar atau seorang penutur itu kalau dia mau diperlukan adalah harus ada legalitasnya dalam bentuk sertifikasi. Jadi, sertifikasi bisa dilakukan oleh Balai bahasa maupun perguruan tinggi, tadi yang baru kita masukkan adalah perguruan tinggi,"urainya.
Tahapan selanjutnya, pihaknya dalam waktu dekat ini sudah melakukan tahap penyelesaian.
"Paling tidak awal Mei kita udah bisa langsung bisa 3 bulan arahnya ke penyelesaian. Dari dinas-dinas sudah sudah kita agendakan mungkin tinggal satu lagi mungkin kita akan melakukan studi banding di daerah-daerah yang memang sudah pemakaian bahasa daerah ada Perda bahasa daerahnya yang sudah bisa diimplementasikan. Karena kita berharap Perda ini kan tidak sampai pada Perda, tapi bagaimana dia bisa diterapkan,"tutupnya.
Turut hadir Peneliti Sastra, Sejarahwan dan Perwakilan dari Pusat Perbelanjaan di Samarinda Bigmall dan Mall Lembuswana. (rey/pt)