Sikapi KLB Polio, Dinkes Tegaskan Cakupan Imunisasi Anak di Kaltim Sudah 75 Persen
Samarinda – Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di Indonesia. Hal itu ditetapkan, pasca ditemukannya satu kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh pada awal November lalu.
Untuk diketahui, Indonesia telah ditetapkan sebagai negara bebas polio atau eradikasi polio sejak 2014. Indonesia menjadi satu dari 11 negara di South East Asia Regional Office (SEARO) yang menerima sertifikat Bebas Polio dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sehingga, ketika ditemukan satu kasus polio tahun ini, pemerintah pun memberikan perhatian secara serius dan menjadi isu nasional dengan penetapan KLB.
Menyikapi kasus ini, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dr. Jaya Mualimin menegaskan, belum ditemukan kasus polio di wilayah Kaltim. Ia pun menerangkan, di Kaltim sendiri cakupan imunisasi polio pada anak telah mencapai 75 persen.
“Terkait dengan KLB Polio di Aceh, memang tarafnya masih endemi di sana. Bukan pandemi di Indonesia. Dan itu juga dikarenakan cakupan imunisasi yang sangat rendah di Aceh. Di Kaltim kita meyakini, vaksinasi anak sudah mencapai lebih dari 75 persen dan saat BIAN kemarin, kita peringkat ke lima nasional,” terang dr. Jaya dalam acara Dialog Publika di TVRI beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Dinkes Kaltim tetap waspada dalam mengantisipasi terjadinya kasus polio di benua etam. Pihaknya terus memantau terkait potensi kasus polio dan terus berkoordinasi dengan seluruh stakeholder kesehatan.
“Harapan kita, masyarakat tidak boleh lengah. Laporan dari berbagai stakeholder kesehatan sejak sekarang, kita pantau 1x24 jam!” tegas Jaya.
Terlebih posisi Kaltim yang dekat dengan perbatasan antar negara, juga menjadi kewaspadaan pada penularan virus polio ini. Sebab, kata Jaya, ada beberapa negara di Asia yang belum eradikasi polio. Yakni Afghanistan dan Myanmar.
“Datangnya pengungsi dari sana, itu juga bisa terjadi risiko penularan. Faktor yang harus memberikan kewaspadaan kepada kita. Apalagi Kaltim juga menjadi bagian dari perbatasan terluar yang dekat dengan Malaysia dan Filipina,” terang mantan Direktur RSJ Atma Husada Mahakam ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Kaltim, dr. Diane Meytha Supit menjelaskan, penularan polio disebabkan oleh virus yang masuk melalui mulut. Virus menyebar dari feses pengidap polio dan masuk ke tubuh manusia secara fekal oral atau melalui mulut.
“Polio memang berisiko dapat menular dari lingkungan yang kotor, jamban yang tidak sehat, atau air yang terkontaminasi. Sehingga perlu diperhatikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS,” terang Diane.
Penyakit polio ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kelumpuhan permanen pada penderitanya. Polio biasanya menyerang anak pada usia kurang dari 15 tahun. Tidak ada gejala lain yang spesifik saat terserang polio, selain kelumpuhan yang terjadi secara mendadak atau dalam istilah kedokteran, disebut dengan Acute Flaccid Paralysis (AFP).
“Oleh karena itulah kenapa anak-anak perlu diimunisasi polio agar terlindung dari virus ini. Anak yang sudah diimunisasi, kemungkinannya rendah atau bisa dikatakan sedikit persentasenya yang terserang polio. Karena kalau sudah polio lalu lumpuh permanen, itu belum ada obatnya. Sehingga lebih baik mencegahnya dengan imunisasi,” imbau Diane. (KRV/pt)