Berita

Strategi Identifikasi Isu Sebelum Terjadi Krisis

  •   Khajjar Rohmah
  •   18 Oktober 2022
  •   11:12am
  •   Berita
  •   2205 kali dilihat

Samarinda – Lembaga pemerintahan dituntut untuk mampu menghadapi krisis atau suatu kondisi genting yang menyulitkan. Meski situasi krisis tak dapat diterka kapan datangnya, namun krisis dapat diantisipasi dengan strategi identifikasi isu sebelum terjadi krisis.

Praktisi komunikasi dan public relations, Dr Emilia Bassar M.Si IAPR mengungkapkan, salah satu cara mengidentifikasi isu adalah dengan melakukan analisis PEST. Atau akronim dari Politik, Ekonomi, Sosial, dan Tekhnologi.

“Isu ini jika tidak bisa kita atasi atau kelola dengan baik, akan berkembang menjadi kasus, dan kasus berkembang menjadi krisis. Sehingga kita harus bisa menganalisis isu, salah satunya dengan PEST analyze ini,” kata Emilia saat memberikan materi Pemetaan Isu dan Penanganan Krisis dalam Workshop Manajemen Komunikasi Krisis. Yang digelar oleh Bidang Informasi Komunikasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim di Hotel Aston Samarinda, Selasa (18/10/2022).

Analisis PEST memudahkan identifikasi isu berdasarkan bidang tertentu. Yakni politik, berkaitan dengan regulasi, kebijakan, dan tata kelola. Ekonomi menyangkut sumber pendanaan, kerja sama, hibah, kebijakan ekonomi, keuangan, dan insentif. Bidang sosial meliputi monitoring media, persepsi publik, atau percakapan di media sosial (medsos). Dan terakhir teknologi, yakni analisis melalui website, medsos, research development, hotline center, atau live chat box.

“Ketika melakukan manajemen isu krisis, cara seperti ini bisa kita lakukan. Jadi ternyata bisa loh mengidentifikasi isu kita dari sisi SPET. Selama ini mungkin kita tidak aware dengan potensi isu krisis kita sendiri,” jelas CEO dari perusahaan komunikasi, Center for Public Relations, Outreach and Communication (CPROCOM) ini.

Terjadinya krisis, kata Emilia, dapat memberikan potensi negatif untuk organisasi mau pun institusi pemerintah. Ketidakmapuan menghadapi krisis akan merusak reputasi dan citra publik. Sehingga, sebisa mungkin manajemen krisis harus mampu memitigasi risiko yang berdampak pada kredibilitas institusi.

 Praktisi Komunikasi Perubahan Iklim ini juga menjelaskan, perlunya kolaborasi antar stakeholder dalam menajemen krisis. Pelibatan stakeholder ini dapat disesuaikan dengan ientifikasi isu dan level krisis yang terjadi.

 Emilia membagi keterlibatan stakeholder dalam manajemen krisis ini, ke dalam konsep kuadran pemetaan stakeholder. Yakni collaborate, involve, dan consult.

 “Yang interest dan powernya tinggi kita ajak collaborate biasanya ini perangkat daerah terkait. Yang power rendah tapi interest tinggi kita ajak untuk involved. Dan  yang power tinggi tapi interest rendah kita ajak konsultasi, ini biasanya DPR” terang Emilia.

Sesi penyampaian materi berlangsung interaktif. Emilia meminta kepada seluruh peserta yang berasal dari Diskominfo kabupaten/kota untuk memberikan contoh identifikasi dan langkah penanganannya sesuai level krisis.

Di sesi terakhir, Emilia juga meminta peserta menuliskan kompetensi yang harus dimiliki dalam manajemen krisis. Di antaranya seperti komunikasi, identifikasi, klarifikasi, SOP dan kebijakan tentang manajemen krisis, action, pengelolaan aduan masyarakat, dan evaluasi. (KRV/pt)